Ruteng, Info1news.com – 3 tokoh 80-an di Kecamatan Reok, Manggarai, NTT termasuk bagian dari orang yang mengaku bahwa kedudukan tanah Nanga Banda yang sebenarnya adalah milik pemerintah.
Meski tidak menjadi bagian dari proses legalisasi. Namun para tokoh tersebut yakin bahwa tanah Nanga Banda sudah menjadi milik pemerintah setempat pasca ditinggalkan para penjajah.
Husen Algadri misalnya, tokoh 83 tahun itu menjelaskan bahwa pasca kemerdekaan pemerintah setempat sudah mengakui bahwa tanah tersebut merupakan lahan bebas yang pernah jadi landasan pesawat perang para penjajah. Artinya lahan tersebut tidak diklaim atau dimiliki oleh siapapun selain para penjajah dulu.
Bahkan, sejak menjadi anggota DPRD Kabupaten Manggarai dua periode pihaknya bersama pemda sudah pernah membahas tentang kepemilikan tanah Nanga Banda yang ditinggal begitu saja oleh penjajah.
Saat itu semua sudah mengakui aset yang ditinggalkan penjajah pasca kemerdekaan kembali jadi milik indonesia.
“Dulu sejak saya jadi anggota DPRD tahun 1982 sampai 1987 dan berlanjut lagi ke 1992 kami pernah bahas tentang itu. Hanya saya tidak tahu bagaimana proses selanjutnya” kata Husen ditemui di kediamannya, Senin (18/7/2022).
“Saya hanya bisa menjelaskan dari sisi mantan anggota DPRD karena tahun 1982-1987-1992 kami pernah bahas tentang tanah Nanga Banda. Tapi kalau sekarang ada yang mengklaim tanah itu dari raja atau naib dulu yah itu kan mungkin peninggalan saja, karena saya juga belum ada disini waktu itu” katanya lagi.
Husen mengaku bahwa ia baru menginjakan kaki di Reo pada tahun 1951. Setelah beberapa tahun di Reo ia sendiri pernah melihat tanah Nanga Banda itu menjadi tempat leanding Helikopter. Bahkan dulu ada 27 Helikopter turun di Nanga Banda
“Kita semua disuruh menghindar jauh karena Helikopter mau leanding di Nanga Banda. Waktu itu seingat saya tanah tempat leanding Helikopter itu panjang sampai ke BGR dan Kedutu. Luas sekali tanahnya” ucap Husen mengulang ingatan masa lalunya.
Kemudian seiring berjalannya waktu muncul wacana pembentukan kabupaten, namanya Manggarai.
“Setelah Kabupaten Manggarai dibentuk kita sudah terlihat makin maju dan saya mulai berkiprah di partai Golkar tahun 1965, lalu menjadi kader aktif sebelum pada akhirnya saya ditunjuk jadi anggota DPR tahun 1982 bersama Almarhum Bapak Kornelis Karpus” tutur Husen.
“Jadi kalau berbicara sejarah raja gowa atau raja bima saya kurang tau. Mereka yang mengklaim tanah mungkin yang lebih tahu dan saya tidak mungkin bicara itu takut jadinya tidak enak satu sama lain. Setahu saya waktu Kabupaten Manggarai ini dibentuk kami tidak bicara lagi tentang raja atau aset-asetnya. Semuanya itu sudah jadi milik pemerintah” tuturnya menambahkan.
Saking yakinnya dengan tanah milik pemerintah, Husen pun pernah menolak ajakan salah satu tokoh dulu yang mengajak untuk mengklaim tanah itu karena memang setelah dibahas tanah tersebut lepas kosong. Yang ada hanya bekas landasan Pesawat dan Helikopter.
“Pada waktu itu saya tolak karena saya tahu memang pemerintah punya. Apalagi dalam islam melarang mengklaim yang bukan milik kita” ujar pria kelahiran 1939 ini.