Seiring dengan itu, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini meminta intervensi digital yang telah dilakukan MenPAN RB bisa dikembangkan untuk mendata jumlah tenaga honorer dan memastikan dasar hukum pengangkatannya. ”Jangan sampai, day to day, setiap hari terlalu mudah para pejabat di republik ini, yang sebenarnya tidak memiliki alas yuridis untuk menjadikan seseorang honorer itu ngangkat honorer, yang akan menjadi beban terus menerus, siapapun menterinya dan siapapun yang duduk di komisi II DPR RI ini, dari periode ke periode,” sambungnya.
Rencana penghapusan honorer ini juga, menurut Rifqi bertentangan dengan visi presiden terkait UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). ”Kenyataan bahwa ada kondisi objektif di beberapa lembaga, lebih dari 50% tenaga non-ASN yang menyokong Kementerian lembaga untuk menjalankan tugas dan fungsinya, ambil contoh Kementerian PUPR, diseluruh balai-balai di Indonesia, hampir 50% adalah pegawai non-ASN. Kalau kemudian kita hapuskan (honorer) berdasarkan PP nomor 49 tahun 2018 maka visi presiden termasuk undang-undang RPJPN kita itu nggak jalan,” terangnya.