Ruteng, Info1news.com- Para peternak babi di tanah air pernah-bahkan hingga sekarang- mengalami guncangan hebat karena serangan virus African Swine Fever (ASF).
Para peternak, baik berskala besar maupun rumahan, lemah tak berdaya, karena ternak babi mereka mati terpapar virus ASF.
Virus Flu Babi atau ASF mulai masuk ke NTT melalui jalan darat dari negara Timor Leste akhir tahun 2019 dan mulai menyerang ternak babi di Pulau Timor hingga menyebar ke seluruh wilayah kepulauan di NTT
Indsutri terkait ternak babi akhirnya lesu. Masyarakat nyaris patah semangat, karena hampir lebih dari setahun, usaha peternakan babi lesu.
Populasi ternak babi di NTT yang jumlahnya di atas dua juta ekor (data mongabay.co.id; 2021) turun drastis.
Di Manggarai Raya, hampir semua warga beternak babi, karena hampir semua pelaksanaan ritus adat menggunakan babi.
Sejak serangan virus ASF tahun 2019, hewan babi kian langkah dan tentu harganya meroket karena permintaan tetap tinggi.
Geliat masyarakat Manggarai Raya untuk beternak babi, sudah mulai sejak tahun 2022. Namun tetap waspada karena ancaman virus ASF tetap ada dengan munculnya beberapa kasus di beberapa kabupaten di NTT pada awal tahun 2023 ini. Bersyukur, kasus tersebut belum masuk ke tiga wilayah kabupaten di Manggarai Raya ini.
Geliat masyarakat di Manggarai Raya untuk beternak babi dihadapkan dengan kelangkaan atau sulitnya sumber pakan.
Masyarakat atau peternak babi berskala kecil mengalami kewalahan dengan permintaan kebutuhan babi yang begitu tinggi.
Hampir sebagian besar masyarakat, beternak babi dengan pola tradisional, khususnya dalam soal pakan. Masyarakat habiskan waktu setiap hari hanya untuk mengurus pakan.