“Kami kecewa dengan hasil seleksi kompetensi ini. Keputusannya sungguh tak adil. Saya sudah puluhan tahun mengabdi untuk lembaga dan anak bangsa, nilai saya juga tinggi, formasi saya juga dibuka tapi kenapa tidak lolos,” kata seorang guru di hadapan Kepala Dinas PPO, Fransiskus Gero dan Anggota DPRD Komisi A, Edison Rihi Mone yang turut hadir pada kesempatan itu.
Dengan mata berkaca, seorang guru lainnya juga mengadu terkait hasil observasi dan penilaian yang diberikan kepala sekolah, pengawas dan guru senior.
“Formasi saya dibutuhkan. Saya satu-satunya guru di sekolah itu yang fight dari awal dengan formasi ini, tidak ada guru lain. Nilai saya juga tinggi. Tapi begitu lihat pengumuman dari Kementerian Pendidikan tidak lolos, rasanya mau jatuh pingsan, padahal saya sudah mengabdi puluhan tahun,” tutur seorang guru didampingi suaminya.
Masih tentang pengaduan yang sama, seorang guru dari sekolah pedalaman juga ikut kecewa terhadap hasi seleksi kompetensi P3K.
Ia mengaku sudah mengabdi sejak lama dan mendapat penilaian tinggi. Tapi dalam pengumuman hasil seleksi lebih dominan guru baru yang lolos.
“Saya sudah mengabdi berpuluh-puluh tahun di sekolah, bahkan saya ikut berjuang mengalihkan sekolah tersebut dari status swasta ke negeri. Nilai observasi saya tinggi, tidak ada formasi lain yang masuk dari luar di sekolah tapi negara meloloskan guru baru yang hanya setahun dua tahun mengabdi, sementara saya dinyatakan tidak lolos dalam pra sanggah dan sanggah. Ini sungguh tak adil Bapak. Tolong perjuangkan nasib kami,” ujarnya.
Bahkan, kata dia, ada guru SMP yang lolos P3K tetapi penempatan sekolahnya di SD. Jadinya kebutuhan formasi di sekolah itu saling tabrak.