Dijelaskannya, jajaran Kementerian Kesehatan RI pada masa Menkes dr. Nia Muluk, ingin membangun Rumah Sakit besar di Indonesia bagian Timur yang mencakup wilayah Papua, Maluku dan NTT. Tujuannya agar layanan kesehatan bisa merata. Alasannya adalah banyak kasus kesehatan yang terjadi di Indonesia bagian Timur.
Sehingga dengan demikian akan ada Rumah Sakit besar tipe A secara bertahap dibangun dengan kemampuan yang sama dengan Rumah Sakit di Jakarta, terutama di Kupang, Ambon dan Papua. Selanjutnya rencana tersebut diteruskan oleh tiga Menkes termasuk dr. Terawan. “Karena kebiasaan Indonesia, ganti Menteri ganti perencanaan, tetapi kali ini kita berkomitmen untuk melanjutkan, karena kami merasa yakin termasuk juga Pak Terawan merasa yakin,” tandas Menkes Budi.
Menkes Budi melanjutkan, pengembangan jaringan Rumah Sakit yang dicanangkan pada Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf masuk dalam transformasi Kesehatan pilar kedua. “Mimpi yang harus diwujudkan bahwa semua Rumah Sakit di 34 Provinsi harus bisa melakukan bedah jantung terbuka, bedah otak terbuka dan juga penanganan ginjal bisa dilaksanakan di seluruh Rumah Sakit di ibu kota Provinsi. Pasalnya, kontribusi kematian dari jenis penyakit di atas sangat besar,” ujarnya.
Sementara itu Melky Laka Lena menjelaskan secara singkat sosok dr. Ben Mboi yang merupakan Gubernur NTT dua periode tersebut.
Menurut Melky dari ratusan orang yang hadir banyak yang belum tahu siapa sosok Ben Mboi. “Kami dulu sering ke rumah saat beliau (dr. Ben Mboi; red) masih hidup. Terutama Pak Gubernur NTT saat ini, Kaka Viktor Bungtilu Laiskodat,” ujarnya.
Ditambahkannya, bagi banyak orang NTT, dr. Ben Mboi adalah panutan. Ben Mboi adalah seorang dokter tentara yang pernah terlibat dalam operasi pembebasan Irian Barat atau sekarang Papua. “Yang khas itu, kalau beliau marah. Kalau beliau marah itu tandanya beliau sayang sama kita. Sebaliknya klau Pak Ben Mboi tidak marah, berarti tidak sayang kita,” kata Melki Laka Lena yang juga teman akrab Bupati Manggarai, Hery Nabit saat menempuh pendidikan di Seminari Pius XII Kisol.
Sepenggal kisah tentang dr. Ben Mboi yang disampaikan Melky Laka Lena dilengkapi oleh Tridia Sudirga Mboi. Sudirga yang juga berprofesi sebagai dokter ini kemudian bercerita kisah satu hari sebelum dr. Ben Mboi menghembuskan nafas terakhir, yang minta kertas dan ballpoint. Dimana pikirannya sampai meninggal tetap sadar .
“Ijinkan saya menceritakan siapa itu Ben Mboi. Satu hari sebelum beliau meninggal, dia minta kertas dan dia tulis. Nona (demikian dia memanggil saya), tolong kasitau Pak Beny (maksudnya Beny K, Harman), lalu dia sambung dalam Bahasa Inggris. Tomorrow that will be a lot of media (besok akan banyak datang media) and They will spell that I’m a Hero (dan Media akan bilang saya adalah Pahlawan). That actualy I’m not (dia tidak mau disebut pahlawan). Because I just do what I have to do. Lalu tulisannya habis, capek mungkin,” ujar Tridia Sudirga.