Setelah QC hewan kurban di Kabupaten Kupang, tim Dompet Dhuafa lanjut menuju salah satu lokasi kandang di Desa Bileon, Kecamatan Faut Molo, TTS. Menempuh durasi hampir 6 jam jalur darat dari Kupang, pun harus melewati jalur berkelok khas perbukitan. Ya, Dusun Noko dan Dusun Tunion, merupakan dusun yang berada di sebuah pedalaman. Masuk lebih jauh, tim Dompet Dhuafa melintasi jalur sungai kering berisikan bebatuan jelang malam hari.
“Ini yang unik dan berkesan bagi kami. Perjalanan terbayar oleh warga Desa Bileon sangat ramah. Sesampainya disana, kami disambut dengan hangat dengan ada sedikit tradisi pengalungan kain tenun khas NTT dari tetua dusun untuk rombongan tamu yang datang sebagai tanda penerimaan dan kebaikan. Udaranya sejuk, dingin, namun sulit air bersih. Tidak ada signal (jaringan internet), listrik pun baru masuk tahun 2021 di dusun ini,” aku Irsyad.
“Kami bermukim di Masjid Al Awalin-Almira. Merupakan masjid yang pernah didirikan berkat amanah donatur Dompet Dhuafa pada tahun 2011. Disana, kami lakukan QC malam hari di Dusun Noko dan dilanjutkan keesokan pagi harinya di Dusun Tunion. Kemudian kami lengkapi perjalanan QC ke wilayah berikutnya, menuju perbatasan Indonesia-Timor Leste, Kabupaten Belu dan Malaka,” tambahnya.
Dengan ragam faktor yang ada tersebut, Desa Belion menjadi salah satu lokasi tepat sasaran untuk terlaksananya Lebaran kurban dalam distribusi program THK. Ustadz Hasan selaku salah satu tokoh Dusun Noko, mengatakan, meski akses terbatas di Desa Bileon, harusnya tidak membatasi gempita pelaksanaan hari besar keagamaan disana.