Kerajaan Buton didirikan atas kesepakatan tiga kelompok atau rombongan yang datang secara bergelombang. Gelombang pertama berasal dari kerajaan Sriwijaya. Kelompok berikutnya berasal dari Kekaisaran Cina dan menetap di Buton. Kelompok ketiga berasal dari Kerajaan Majapahit.
Sistem kekuasaan di Buton ini bisa dibilang menarik karena konsep kekuasaannya tidak serupa dengan konsep kekuasaan di kerajaan-kerajaan lain di nusantara.
Struktur kekuasaan kesultanan ditopang dua golongan bangsawan: golongan Kaomu dan Walaka. Wewenang pemilihan dan pengangkatan sultan berada di tangan golongan Walaka, namun yang menjadi sultan harus dari golongan Kaomu. Jadi bisa dikatakan kalau seorang raja dipilih bukan berdasarkan keturunan, tetapi berdasarkan pilihan di antara yang terbaik.
Kelompok Walaka yang merupakan keturunan dari Si Panjonga memiliki tugas untuk mengumpulkan bibit-bibit unggul untuk dilatih dan dididik sedemikian rupa sehingga para calon raja memiliki bekal yang cukup ketika berkuasa nanti.
Berdasarkan penelitian, Ratu Waa Kaa Kaa adalah proyek percobaan pertama kelompok Walaka ini.
Selain sistem pemilihan raja yang unik, sistem pemerintahannya juga bisa dikatakan lebih maju dari jamannya.
Sistem pemerintahan kerajaan/kesultanan Buton dibagi dalam tiga bentuk kekuasaan.
Sara Pangka sebagai lembaga eksekutif, Sara Gau sebagai lembaga legislatif, dan Sara Bhitara sebagai lembaga yudikatif.
Beberapa ahli berani melakukan klaim kalau sistem ini sudah muncul seratus tahun sebelum Montesquieu mencetuskan konsep trias politica.
Peraturan hukum diterapkan tanpa diskriminasi, berlaku sama bagi rakyat jelata hingga sultan.
Sebagai bukti, dari 38 orang sultan yang pernah berkuasa di Buton, 12 di antaranya diganjar hukuman karena melanggar sumpah jabatan. Dan hukumannya termasuk hukuman mati.