Pihaknya juga meminta PT Flobamor untuk mengajukan permintaan persetujuan kepada KLHK, yang dalam hal ini diwakili oleh BTNK (Balai Taman Nasional Komodo) sebelum menerbitkan dan menetapkan keputusan penetapan tarif kedepannya. Perjanjian kerjasama antara BTNK dan mitra-mitranya dapat direvisi dan disesuaikan dengan konsep good governance.
“Kerjasama antara BTNK dan PT Flobamor serta dokumen-dokumen turunannya perlu direview dan dilengkapi dengan klausul terkait rencana pendapatan terinci agar terlihat akuntabilitasnya, BTNK harus memiliki standar pelayanan minimum. Kami minta seluruh pihak seperti asosiasi pariwisata dan masyarakat dapat tetap menjaga iklim pariwisata kondusif menjelang ASEAN Summit,” ujarnya.
Rapat yang diprakarsai KSP itu, dihadiri pihak PT Flobamor, Kemendagri, Pemda NTT, KLHK, Kemenparekraf, BPOLBF, dan ASITA.
Ketua Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) NTT, Abed Frans juga mengeluhkan penerapan tarif dari PT Flobamor sangat mendadak dan membuat banyak partner tour and travel membatalkan reservasi.
“Setiap hari terjadi keributan di Kawasan Taman Nasional Komodo antara petugas PT Flobamor dengan pelaku wisata. Kami meminta kenaikan tarif oleh PT Flobamor segera dibatalkan. Karena menurut laporan pelaku usaha, servis yang diberikan oleh PT Flobamor tidak sesuai dengan tarif yang diberlakukan,” keluhnya.