Kesempatan sama, Direktur Pusat Pastoral Keuskupan Ruteng, Rm Martin Chen mengatakan bahwa dalam mengelola Taman Nasional Komodo, seharusnya kesejahteraan masyarakat dan konservasi harus menjadi yang utama.
“PT Flobamor sangat tidak berkompeten sebagai mitra dari KLHK karena tidak sanggup mengikuti prosedural penetapan tarif yang tepat sehingga menimbulkan kegaduhan masyarakat. Keuskupan Ruteng meminta kenaikan tarif oleh PT Flobamor dibatalkan, dan meminta KLHK mencari mitra lain yang lebih profesional,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Makmur Marbun mengatakan bahwa menurut asas pemerintahan, permasalahan penetapan tarif ini bisa diselesaikan dengan kebijakan Gubernur, mengingat bentuk BUMD PT Flobamor sudah menjadi Perseroda. Pemprov NTT sebagai wakil pemerintahan seharusnya bisa menindaklanjuti aspirasi masyarakat. Kemendagri sepakat akan menindaklanjuti hasil rapat ini dengan Pemprov NTT.
Perlu diketahui PT Flobamor merupakan perusahaan BUMD milik Pemerintah Daerah NTT sebagai mitra KLHK dalam mengelola Taman Nasional Komodo. PT Flobamor mengajukan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo sebesar Rp3,75 Juta yang semula Rp150 ribu, kenaikan fantastis ini ditentang berbagai pihak, dan diprediksi akan menurunkan kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo dan menjadi citra buruk bagi Destinasi Super Prioritas Labuan Bajo. (*/G. Setiawan)