Mantan Camat Cibal Barat itu menjelaskan bahwa Pemda Manggarai sudah melakukan kajian yang cukup panjang terkait status kepemilikan tanah itu.
Kajian itu dilihat dari aspek empiris, yakni undang-undang yang mengatur keberadaan Nanga Banda sebelum kemerdekaan.
Bagi orang Manggarai, jelas Karolus Mance, ada istilah “Gendang One Lingko Peang”. Pemda mau mengetahui apakah Nanga Banda itu bagian dari salah satu Lingko hak komunal adat atau tidak. Padahal tidak.
Akhirnya Pemda berinisiatif mendatangi beberapa tokoh dan memang menemukan jawaban bahwa sebelum kemerdekaan tanah Nanga Banda itu lahan bebas yang tidak dimiliki oleh salah satu Gendang.
Dengan demikian ketika ngomong soal “Gendang One Lingko Peang” terbantahkan.
Lalu, sambung Mance, Pemda menelisik lagi setelah kemerdekaan ternyata para penjajah datang menggunakan Nanga Banda sebagai tempat landasan udara untuk penerbangan Helikopter selama beberapa tahun.
Terus setelah penjajah pulang, Pemda langsung ambil alih karena jelas secara undang-undang semua aset milik kolonial yang ditinggalkan pasca kemerdekaan adalah milik Indonesia.
“Nah pasca kemerdekaan itu mulai berkembang sudah Indonesia ini, ada istilah Pemerintahan Suap Raja dan ada istilah Pemerintahan Dalu. Pada saat itu Kecamatan Reok dibawa penguasaan Dalu Muhamad Marola” jelas Mance.
Dari aspek empiris yang berikutnya, tambah Mance, ada undang-undang yang mengatakan bahwa setelah Pemerintahan Suap Raja ke Republik Indonesia maka semua aset yang ditinggalkan menjadi milik Pemda. Hal tersebut disusul dengan di keluarnya undang-undang pembentukan kabupaten.
“Setelah di keluarnya undang-undang itu pemda melihat dokumen tahun 1985. Di situ ada okupan orang per orangan mengajukan HGU kepada Pemda dan pada saat itu Pemda menyetujui mereka memanfaatkan tanah Nanga Banda. Itu artinya ada bentuk pengakuan karena tidak ada satu okupan itu yang mengklaim bahwa tanah itu milik mereka” tutur Mance
Terus dalam perjalanan pada tahun 1989 ada 4 orang para okupan dimediasi oleh Camat Mansur dengan menghadirkan Dalu Reok Muhamad Marola sebagai pelaku sejarah. Disana telah diputuskan bahwa tanah Nanga Banda adalah tanah milik Pemda. Lalu para okupan tersebut membuat pernyataan mengakui tanah itu milik Pemda.
“Jadi itu saja yang kami bisa jelas ke media. Sebenarnya masih banyak yang mau dijelas, baik itu secara histori lain maupun dokumen. Tetapi secara aturan kami harus buka itu di Pengadilan ketika suatu saat kami digugat” tutup Mance.